JariKalbar.com, Singkawang – Indonesia Juctice Watch (IJW), mengaku telah menerima hasil dari Gelar Perkara Khusus (SP3D) dari Biro Pengawas Penyidikan Bareskrim Polri (Rowassidik Bareskrim Polri) atas tindakan penyidikan yang dilakukan Satreskrim Polres Singkawang terhadap kliennya yang berinisial HA (seorang Anggota DPRD Singkawang).
“Hasil kesimpulan Gelar Perkara Khusus menyatakan bahwa kasus yang menjerat klien kami TIDAK CUKUP BUKTI dan PREMATUR,” kata Direktur Bantuan Hukum Anti-Kriminalisasi, Rifky Pradana Syahputra saat dihubungi Selasa (1/10).
Menurutnya, hasil kesimpulan GPK tersebut linier, dugaan awal bahwa penyidikan kasus ini tidak dilaksanakan secara Scientific Criminal Investigation sebagaimana diamanatkan dalam Perkap 6 2019.
“Indikasinya secara materi penyidikan adalah LP dan Sprindik terbit di hari yang sama, tidak ada proses penyelidikan untuk mengumpulkan alat bukti yang berkualitas, keterangan saksi yang diperiksa penyidik hanya saksi-saksi derajat ke-2 bahkan ke-3, artinya tidak ada satu pun saksi yang melihat dan mendengar secara langsung,” ujarnya.
Penyidik juga, katanya, dalam sprindik maupun ketetapan tersangka mengenai Perpu Perlindungan Anak hanya mencantumkan pasal 81 (2) & pasal 82 (1).
Pasal itu hanya mengatur sanksi pidana bagi yang melanggar pasal 76 (E), penyidik tidak mencantumkan pasal 76 (E) yang justru berisi norma perbuatan tindak pidananya.
“Jadi sprindik dan ketetapan tersangka ini cacat formil. Yang mengherankan adalah ketidakjelasan tempus tindak pidana terjadi, penyidik dalam berkas perkara menyebut tahun 2023, sedangkan korban pada saat Gelar Perkara Khusus di Bareskrim Polri mengatakan terjadi tahun 2022, ini menjadikan perkaranya sumir,” ungkapnya.
Ditambah lagi penyidik menggunakan hasil pemeriksaan visum terhadap korban yang baru dilakukan tahun 2024 untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana tahun 2023 (versi penyidik) atau tahun 2022 (versi korban).
“Berarti hasil visum yang digunakan sebagai alat bukti diambil satu tahun atau bahkan dua tahun setelah dugaan tindak pidana terjadi. Hasil visum juga tidak menyatakan ada jejak DNA maupun sidik jari klien kami, hanya menyatakan pada saat diperiksa korban sudah tidak perawan lagi. Proses penyidikan yang serampangan seperti ini merugikan klien kami,” jelasnya.
Selain itu, Rowassidik Bareskrim Polri di dalam petunjuknya secara tegas memerintahkan Penyidik Satreskrim Polres Singkawang untuk tunduk dan patuh terhadap Surat Telegram Kapolri ST/1160 tahun 2023 tentang Netralitas Polri.
“Ini menjadi bukti indikasinya nyata bahwa Penyidikan dan Penetapan tersangka terhadap klien kami tidaklah murni penegakan hukum, tapi dugaan kriminalisasi dengan motif politis. Karena faktanya pada saat penyidik melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka, status klien kami masih merupakan peserta pemilu, tindakan penyidik melanggar ketentuan yang ada dalam TR Netralitas Polri tersebut semakin menguatkan keyakinan kamj bahwa penyidikan kasus ini sedari awal sangatlah tendensius,” katanya.
Untuk selanjutnya, dia akan mendatangi DIV PROPAM Polri dan menyerahkan SP3D tersebut sebagai bukti tambahan atas dugaan pelanggaran terhadap Surat Telegram Kapolri ST/1160 tahun 2023 tentang Netralitas Polri yang dilakukan oleh Polres Singkawang, yang sebelumnya dia laporkan dan mengumumkan kepada publik dan teman-teman wartawan mengenai langkah-langkah selanjutnya terkait hal ini.
Sementara Kasat Reskrim Polres Singkawang, IPTU Deddi Sitepu belum memberikan tanggapan terkait surat SP3D dari Bareskrim Mabes Polri tersebut.